Selasa, 09 November 2021

Unduh Permendesa Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pembentukan Pengelola Kegiatan DBM eks PNPM Mandiri Perdesaan Menjadi BUMDes Bersama




SYAM STORY - Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa, pengelola kegiatan Dana Bergulir Masyarakat (DBM) eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) wajib dibentuk menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma).

Dalam rangka pembentukan pengelola kegiatan Dana Bergulir Masyarakat eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan wajib dibentuk menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama diperlukan tata cara untuk menjamin kepastian hukum, dan perlindungan hukum atas aset milik bersama masyarakat dan keberlanjutan tujuan penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diterbitkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang mengatur tata cara pembentukan pengelola kegiatan dana bergulir masyarakat eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama.

Mau tahu seperti apa pengaturannya?
Silakan klik Link Unduh, berikut ini:


Semoga berhasil mengunduh dan selamat membaca, semoga bermanfaat.









Kamis, 02 September 2021

Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022

Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021


SYAM STORYPrioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021.

Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2022 masih perlu tetap mempertimbangkan upaya penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan dampaknya di desa yang diarahkan untuk memperkuat adaptasi kebiasaan baru dan pemulihan ekonomi nasional sesuai dengan kewenangan desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa diarahkan untuk program dan/atau kegiatan percepatan pencapaian SDGs Desa, melalui:
1. pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa;
2. program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa; dan
3. mitigasi dan penanganan bencana alam dan nonalam sesuai kewenangan Desa.

1. Penggunaan Dana Desa untuk pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa diprioritaskan untuk pencapaian SDGs Desa:
a. penanggulangan kemiskinan, untuk mewujudkan Desa tanpa kemiskinan;
b. pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan badan usaha milik Desa/badan usaha milik Desa bersama untuk pertumbuhan ekonomi Desa merata; dan
c. pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola badan usaha milik Desa/badan usaha milik Desa bersama untuk mewujudkan konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan.

2. Penggunaan Dana Desa untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa diprioritaskan untuk pencapaian SDGs Desa:
a. pendataan Desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya memperluas kemitraan untuk pembangunan Desa;
b. pengembangan Desa wisata untuk pertumbuhan ekonomi Desa merata;
c. penguatan ketahanan pangan nabati dan hewani untuk mewujudkan Desa tanpa kelaparan;
d. pencegahan stunting untuk mewujudkan Desa sehat dan sejahtera; dan
e. pengembangan Desa inklusif untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat secara menyeluruh dalam pembangunan Desa.

3. Penggunaan Dana Desa untuk mitigasi dan penanganan Bencana Alam dan Nonalam sesuai dengan kewenangan Desa diprioritaskan untuk pencapaian SDGs Desa:
a. mitigasi dan penanganan bencana alam;
b. mitigasi dan penanganan bencana nonalam; dan
c. mewujudkan Desa tanpa kemiskinan melalui Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Bantuan Langsung Tunai Dana Desa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selengkapnya unduh disini Permendesa Nomor 7 tahun 2021

Semoga bermanfaat.
.

Selasa, 15 Juni 2021

Profesionalisme BPD Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa



SYAM STORY - Keberadaan BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa memiliki peran penting, sebagai wakil masyarakat di desa, BPD dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang tugas dan fungsi serta kemampuan teknis, terutama dalam merumuskan kebijakan yang dituangkan dalam peraturan desa. Anggota BPD harus mengetahui dan paham tentang produk hukum yang ada di desa, seperti peraturan desa, peraturan kepala desa, peraturan bersama kepala desa, maupun keputusan kepala desa dengan segala konsekuensi hukumnya. 

Hal itu penting agar BPD mampu menyerap aspirasi masyarakat desa dan berinisiatif mengolahnya untuk menghasilkan usulan rancangan produk hukum yang dibuat di desa dan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi maupun merugikan kepentingan masyarakat umum. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa harus dapat dilaksanakan dengan baik agar fungsi check and balance dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berjalan sesuai yang diharapkan. 

Profesionalisme BPD dapat dilihat dari aspek kemampuan dan keahlian para anggota BPD dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, peraturan turunannya (PP), peraturan pelaksanaan (permen), sampai peraturan teknis (perbup). Untuk mengukur profesionalisme BPD dalam pelaksanaan pemerintahan desa dapat dilakukan dengan melihat kecakapannya melalui kemampuan berkegiatan aktif (aktivitas), kemampuan menciptakan (kreatifitas), kemampuan mengembangkan (inovatif), dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perkembangan (responsifitas). 

Anggota BPD yang belum profesional mengakibatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa belum berjalan efektif, efisien, tertib kepentingan umum, transparansi, dan partisipatif. Belum profesionalnya pelaksanaan Pemerintahan Desa bisa disebabkan oleh faktor sumber daya manusia, faktor pembinaan dan pengawasan, faktor sarana dan fasilitas kerja, faktor regulasi dan pengaturan, dan transparansi penggunaan anggaran. 

Hal tersebut dikarenakan adanya budaya ketergantungan, minimnya jaminan kesejahteraan anggota BPD, minimnya sarana dan fasilitas, kurangnya pengawasan dan pembinaan baik dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme BPD belum maksimal sehingga menyebabkan adanya ketidakjelasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi BPD tersebut. 

Apa kabar BPD?
Bagaimana pendapat Anda tentang BPD di desa Anda?

Selasa, 08 Juni 2021

Data Dasar SDGs Desa Merupakan Hasil Pendataan Real By Name By Address



SYAM STORY - Apa itu SDGs Desa dan bagaimana pendamping desa dan admin desa (kades/sekdes) menjamin pelaksanaan pendataan desa berjalan secara real by name by address di tingkat RT?

Lahirnya kebijakan pemerintah melalui Kementerian Desa PDTT tentang Pendataan Desa berbasis SDGs Desa (data mikro/detail) tidak serta merta direspon baik dan cepat oleh beberapa pihak khususnya pihak yang disentuh oleh kebijakan tersebut. Hal itu terjadi karena diduga banyak alasan yang melatari, seperti belum tahu tujuan pembangunan global yang sedang berlaku, atau belum memahami tujuan pembangunan nasional yang perlu didukung oleh pembangunan di desa, atau belum memahami secara baik maksud dan tujuan SDGs Desa, atau SDGs Desa dianggap kebijakan yang mendadak dan langsung diterapkan secara nasional, atau SDGs Desa dianggap barang asing yang dipaksakan di desa padahal tidak sesuai dengan kearifan lokal desa, dan masih banyak alasan lain semacamnya.

Tapi perlu kita pahami bahwa definisi SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Melalui Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa oleh Gus Menteri Desa Bapak A. Halim Iskandar yang ingin membumikan SDGs Global menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan dengan berdasar:
1. Implementasi SDGs Global di Indonesia dituangkan dalam Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
2. Merujuk Perpres 59/2017, maka disusun SDGs Desa; dan
3. SDGs Desa berkontribusi sebesar 74% terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind). Pembangunan desa mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan. Generasi mendatang tetap menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan desa. SDGs Desa sebagaimana dimaksud bertujuan untuk mewujudkan:
1. Desa tanpa kemiskinan;
2. Desa tanpa kelaparan;
3. Desa sehat dan sejahtera; 
4. Pendidikan Desa berkualitas;
5. Keterlibatan perempuan Desa;
6. Desa layak air bersih dan sanitasi;
7. Desa berenergi bersih dan terbarukan;
8. Pertumbuhan ekonomi Desa merata;
9. Infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan;
10. Desa tanpa kesenjangan;
11. Kawasan permukiman Desa aman dan nyaman;
12. Konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan;
13. Desa tanggap perubahan iklim;
14. Desa peduli lingkungan laut;
15. Desa peduli lingkungan darat;
16. Desa damai berkeadilan;
17. Kemitraan untuk Pembangunan Desa; dan
18. Kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif.

Berdasarkan hal di atas, maka memang seharusnya perencanaan pembangunan di desa perlu mendukung tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan agar selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan secara global. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut, maka diperlukan data base desa sesuai kondisi terkini desa secara obyektif melalui pelaksanaan Pendataan SDGs Desa berdasarkan ketentuan Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Pendataan Desa adalah proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa, yang memuat data objektif kewilayahan dan kewargaan Desa berupa aset dan potensi aset Desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi objektif Desa dan masyarakat Desa.

Olehnya itu, mulai tahun 2021 pada proses perencanaan pembangunan desa untuk tahun 2022, data SDGs Desa sudah harus menjadi arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Penyusunan dan penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan melalui Sistem Informasi Desa (SID).

Sistem Informasi Desa adalah sistem pengolahan data kewilayahan dan data kewargaan di Desa yang disediakan Kementerian Desa PDTT serta dilakukan secara terpadu dengan mendayagunakan fasilitas perangkat lunak dan perangkat keras, jaringan, dan sumber daya manusia untuk disajikan menjadi informasi yang berguna dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik serta dasar perumusan kebijakan strategis Pembangunan Desa.

Data SDGs Desa tetap menjadi milik Desa dan Kementerian Desa dapat mengolah dan menjadikan acuan data SDGs desa melalui SID untuk melahirkan kebijakan yang sesuai kebutuhan masyarakat desa untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sehingga desa memiliki Peta Jalan SDGs Desa sebagai dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis dan tahapan pencapaian SDGs Desa sampai dengan tahun 2030.

Karena sudah menjadi kebijakan pemerintah, maka pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota harus mendorong dan melakukan pembinaan kepada pemerintah desa untuk melaksanakan proses tahapan SDGs Desa mulai dari sosialisasi kebijakan SDGs Desa, Pembentukan dan pembekalan pokja relawan pendataan desa, pelaksanaan pendataan desa secara detail by name by address berbasis di tingkat RT, rapat mingguan evaluasi hasil pendataan desa, sampai pelaksanaan musyawarah desa insidental/khusus tentang penetapan data SDGs Desa tahun 2021 dengan disertai Berita Acara atau keputusan kepala desa.

Perlu dipahami pula bahwa pendataan SDGs desa terdiri atas pendataan desa tahap awal dan pendataan desa tahap pemutakhiran. Sehingga perintah Pendataan SDGs Desa saat ini merupakan pendataan desa tahap awal untuk mendapatkan data dasar SDGs Desa secara real sesuai kondisi obyektif desa. Hasil pendataan desa tahap awal sebagai data dasar SDGs Desa harus dimutakhirkan setiap 6 (enam) bulan. Pemutakhiran data SDGs Desa merupakan tanggung jawab kepala Desa sesuai ketentuan Pasal 19 Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020.

Tanpa data dasar SDGs Desa yang valid sesuai kondisi terkini desa dan model pendataan sesuai ketentuan dari Kementerian Desa, maka desa akan kehilangan data dasar yang menjadi acuan arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana pun juga, pola perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan ketentuan dari Kementerian Desa PDTT, sehingga bisa akan menyulitkan pemerintah desa dalam proses perencanaan pembangunan desa ketika data dasar SDGs desa yang valid sesuai kondisi obyektif desa tahun 2021 tidak tersedia dalam sistem informasi desa (SID) yang dikelola oleh kemendesa PDTT.

Lalu bagaimana pendamping desa dan kepala desa bisa menjamin bahwa pokja relawan pendataan desa melakukan pendataan secara real by name by address di setiap rumah warga?

Terkait hal tersebut, secara teknis sudah disampaikan dan disepakati pada saat pembekalan pokja relawan pendataan desa. Bahwa kami membentuk grup khusus pendataan SDGs desa oleh masing-masing desa dengan memanfaatkan aplikasi Telegram. Melalui grup pendataan pada aplikasi Telegram tersebut, pokja mengirim secara realtime bukti pendukung hasil pelaksanaan pendataannya pada setiap rumah dengan mengirimkan bukti dokumentasi berupa:
1. Foto tampak depan rumah warga
2. Foto kepala keluarga/anggota
3. Foto wawancara warga responden
4. Titik koordinat lokasi rumah warga

Dengan pengiriman data pendukung seperti di atas secara realtime, maka pemantauan pendataan semakin mudah oleh pendamping desa dan admin desa (kepala desa dan sekretaris desa) dan dapat menjamin proses pendataan dilaksanakan secara faktual. Sekaligus data tersebut di atas dapat menjadi bukti penguatan pelaksanaan pendataan secara real di lapangan.

Selain itu, kami juga memastikan proses pendataan desa berjalan sesuai SOP melalui pelaksanaan rapat evaluasi setiap pekan sesuai hari yang telah ditentukan oleh pokja relawan pendataan desa pada saat pembekalan. Pada setiap rapat mingguan itulah, pokja relawan pendataan desa mencek, memverifikasi, memvalidasi dan mengkoreksi input data yg salah atau tidak sesuai dengan kondisi obyektif desa. Serta menindaklanjuti rekomendasi yg dihasilkan pada rapat mingguan tersebut, misalkan hasil evaluasi ditemukan oleh pokja relawan bahwa ada warga yang belum memiliki KTP, maka direkomendasikan kepada Kasi Pemerintahan desa dan/atau Koordukcapil desa untuk mengurus adminduk warga yang bersangkutan ke kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil untuk dibuatkan KTPnya. Dengan adanya rapat evaluasi mingguan oleh pokja relawan dengan melibatkan pendamping desa, maka kita akan mengetahui progress pelaksanaan pendataan desa tetap berjalan di lapangan secara nyata.


Syam Story
TPP Kemendesa
Kab. Bantaeng

Senin, 12 April 2021

Biasakan Gunakan Istilah Disabilitas Bukan Cacat atau Tuna



SYAM STORY - Sebagai bentuk penghormatan, seharusnya kita jangan lagi menggunakan istilah "Tuna dan Cacat" setelah berlaku Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

Hal ini penting dipahami oleh para kelompok kerja (pokja) relawan pendataan SDGs Desa agar dalam pelaksanaan pendataan di lapangan dapat menjaga perasaan warga responden yang memiliki keterbatasan atau berkebutuhan khusus.

Istilah Penyandang Cacat secara perlahan mulai ditinggalkan untuk menyebut seseorang yang memiliki perbedaan kondisi fisik maupun mental. 

Sebelum pemerintah mengesahkan UU Nomor 8 Tahun 2016, Indonesia menggunakan istilah Cacat atau Ketunaan bagi individu yang memiliki keterbatasan. Kini aturan telah berubah dengan penyebutan lebih humanis, sebutan penyandang Cacat berubah menjadi penyandang Disabilitas serta informasi terkait dituangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tersebut.

Pada saat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mulai berlaku, maka UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Ada dua istilah yang selama ini digunakan untuk menggantikan Penyandang Cacat yang cenderung kasar bahkan merendahkan bagi penderitanya, yaitu Disabilitas dan Difabel. Tapi, kedua istilah tersebut jelas memiliki perbedaan satu sama lain.

Disabilitas berasal dari kata disability atau disabilities yang diartikan ketidakmampuan. Sedangkan difabel berasal dari kata different ability atau kemampuan yang berbeda. 

Jika berada dalam konteks kaidah bahasa atau keilmuan, istilah Disabilitas lebih tepat digunakan. Tapi, jika dalam konteks kehidupan sosial atau keseharian, istilah Difabel lebih tepat digunakan karena lebih halus dan humanis.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkan sebanyak sembilan kebijakan sebagai peraturan turunan dalam melaksanakan amanat UU Nomor 8 Tahun 2016, yaitu:

1. PP Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas;

2. PP Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;

3. PP Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas;

4. PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan;

5. PP Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas;

6. PP Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas bidang Ketenagakerjaan;

7. Perpres Nomor 67 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;

8. Perpres Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas; dan 

9. Ratifikasi Perjanjian Internasional yang diatur dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Traktat Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Penyandang Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak.

Lalu bagaimana penamaan yang tepat untuk menghormati penyandang disabilitas? Sebagai contoh pada Penyandang Disabilitas sensorik atau terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disebut disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. 

Ragam Penyandang Disabilitas meliputi:
a. Penyandang Disabilitas fisik;
b. Penyandang Disabilitas intelektual;
c. Penyandang Disabilitas mental; dan/atau
d. Penyandang Disabilitas sensorik. 

Hak bebas dari stigma untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya. 

Senin, 29 Maret 2021

SDGs Desa Merupakan Arah Kebijakan Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sampai Tahun 2030



SYAM STORY - SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.  

SDGs Desa bertujuan untuk mewujudkan:  
1. Desa tanpa kemiskinan;  
2. Desa tanpa kelaparan; 
3. Desa sehat dan sejahtera;  
4. pendidikan Desa berkualitas;  
5. Keterlibatan perempuan Desa;  
6. Desa layak air bersih dan sanitasi;  
7. Desa berenergi bersih dan terbarukan;  
8. Pertumbuhan ekonomi Desa merata;  
9. Infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan;  
10. Desa tanpa kesenjangan;  
11. Kawasan permukiman Desa aman dan nyaman;  
12. Konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan;  
13. Desa tanggap perubahan iklim;  
14. Desa peduli lingkungan laut;  
15. Desa peduli lingkungan darat; 
16. Desa damai berkeadilan;  
17. Kemitraan untuk Pembangunan Desa; dan  
18. Kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif. 




18 (Delapan Belas) Tujuan SDGs Desa tersebut di atas diprioritaskan berdasarkan kondisi objektif Desa yang tergambarkan pada Sistem Informasi Desa, dan harus menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa dalam menentukan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa, serta program dan/atau kegiatan prioritas Pembangunan Desa, guna pencapaian tujuan SDGs Desa paling lama bulan Desember tahun 2030.

Peta Jalan SDGs Desa adalah dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis dan tahapan pencapaian SDGs Desa sampai dengan tahun 2030. Peta Jalan SDGs Desa paling sedikit memuat: 
a. Sasaran SDGs Desa; 
b. Kondisi objektif pencapaian SDGs Desa; 
c. Permasalahan dan solusi dalam upaya pencapaian SDGs Desa; 
d. Potensi dan sumber daya untuk pencapaian SGDs Desa; dan 
e. Rancangan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa. 

Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di kabupaten/kota untuk digunakan dalam merumuskan program dan/kegiatan pembangunan daerah Kabupaten/Kota yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. 

Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di daerah Provinsi untuk digunakan dalam merumuskan program dan/atau kegiatan pembangunan daerah provinsi yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. 

Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di Kementerian untuk digunakan dalam merumuskan program dan/atau kegiatan pembangunan nasional lintas kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa.

Sistem Informasi Desa adalah sistem pengolahan data kewilayahan dan data kewargaan di Desa yang disediakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta dilakukan secara terpadu dengan mendayagunakan fasilitas perangkat lunak dan perangkat keras, jaringan, dan sumber daya manusia untuk disajikan menjadi informasi yang berguna dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik serta dasar perumusan kebijakan strategis Pembangunan Desa.

Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan dengan tahapan: 
a. Pendataan Desa; 
b. Perencanaan Pembangunan Desa; 
c. pelaksanaan Pembangunan Desa; dan 
d. pertanggungjawaban Pembangunan Desa.




Pendataan Desa adalah proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa, yang memuat data objektif kewilayahan dan kewargaan Desa berupa aset dan potensi aset Desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi objektif Desa dan masyarakat Desa. 

Pendataan Desa merupakan sensus partisipatoris yang dilaksanakan dengan melibatkan seluruh warga Desa secara inklusif. Partisipasi masyarakat Desa dalam Pendataan Desa dilakukan dengan cara: 
a. Menjadi anggota kelompok kerja Pendataan Desa; 
b. Memberikan jawaban yang benar, lengkap dan akurat kepada kelompok kerja Pendataan Desa; dan/atau 
c. Memberikan masukan perbaikan tentang data SDGs Desa yang ada di Sistem Informasi Desa.   

Pendampingan Desa adalah upaya meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan Desa, Pembangunan Desa, Pemberdayaan Masyarakat Desa, pembentukan dan pengembangan badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama, peningkatan sinergitas program dan kegiatan Desa, dan kerja sama Desa untuk mendukung pencapaian SDGs Desa. 

Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia dan penanggulangan kemiskinan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut RPJM Desa adalah dokumen perencanaan kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. 

Rencana Kerja Pemerintah Desa yang selanjutnya disebut RKP Desa adalah dokumen penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 

Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada pem8erintah daerah kabupaten/kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan daerah. 

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa.

#SDGs_Desa
#Pendataan_Desa
#Data_SDGs_Desa
#Peta_Jalan_SDGs_Desa
#Sistem_Informasi_Desa
#Data_Milik_Desa
#Sensus_Mandiri_Desa
#Sensus_Partisipatoris_Inklusif
#RPJMDes_RKPDes_DURKPDes_APBDes
#Arah_Kebijakan_Pembangunan_dan_Pemberdayaan_Desa

Senin, 22 Februari 2021

Unduh Regulasi Baru Tentang BUMDes 2021



SYAM STORY - Pemerintah akhirnya menerbitkan peraturan terbaru tentang Badan Usaha Milik Desa pada awal tahun 2021. Peraturan tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan BUMDes yang masuk dalam prioritas pertama dari 3 (tiga) prioritas utama penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2021, yaitu:
  1. Pemulihan ekonomi nasional;
  2. Pelaksanaan program prioritas nasional; dan
  3. Adaptasi kebiasaan baru atau Desa aman covid-19.
Dalam prioritas pemulihan ekonomi nasional, Dana Desa dapat digunakan untuk membentuk, mengembangkan, dan merevitalisasi Badan usaha milik desa (BUMDes) maupun BUMDes Bersama (BUMDesma).

“Nanti BUMDes ini akan menjadi ujung tombak untuk pertumbuhan ekonomi di desa, apalagi sudah berbadan hukum,” jelas Mendes PDTT dalam rilis yang dilansir kemdesa.go.id, Kamis (10/12/2020).

“Kemudian pengembangan usaha ekonomi produktif, utamanya yang dikelola oleh BUMDes dan BUMDesma,” ujarnya.

Regulasi terbaru terkait BUMDes diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa, yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021.

Seperti apa pengaturan BUMDes dalam PP Nomor 11 Tahun 2021? Untuk lebih jelasnya, silakan unduh regulasinya DISINI.

Semoga informasi ini bermanfaat.

#bumdes
#bumdesma
#salamberdesa

Selasa, 16 Februari 2021

Tipe Kepemimpinan Kepala Desa Dan Kerangka Kerja Pendamping Desa

SYAM STORY - Tipe kepemimpinan kepala Desa dibagi menjadi 3 (tiga) Kepemimpinan, yakni Kepemimpinan Regresif, Kepemimpinan Konservatif-Involutif dan Kepemimpinan Inovatif-Progresif.




1. KEPEMIMPINAN REGRESIF

Kepemimpinan Regresif dapat dimaknai sebagai kepemimpinan yang berwatak otokratis, secara teori otokrasi berarti pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Salah satu cirinya adalah anti perubahan, yang terkait dengan perubahan tata kelola baru tentang Desa baik itu Musyarawah Desa, usaha ekonomi bersama Desa dan lain-lain sudah pasti akan ditolak. Desa yang parokhial (hidup bersama berdasarkan garis kekerabatan, agama, etnis atau yang lain) serta Desa-Desa korporatis (tunduk pada kebijakan dan peraturan negara) biasanya melahirkan kepemimpinan seperti ini.

Dalam pelaksanaan kewenangan lokal skala Desa yang bertanggung jawab atas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Pemerintahan Desa, Kemasyarakatan, atau Pemberdayaan Desa.

Kepemimpinan ini menolak Musyawarah Desa, kepemimpinan ini juga tidak menginginkan adanya masukan, pendapat dari orang lain. Sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi, Partisipasi, dan akuntabilitas.

Usaha ekonomi Desa baik itu berupa Aset Desa atau BUM Desa yang akan dikuasi sendiri oleh pemimpin dengan tipe ini, memiliki kecenderungan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk kepentingan pribadi.
Cenderung menolak pengembangan kapasitas teknokratik di Desa. Tidak menginginkan pendidikan politik, bagi pemimpin ini semakin kritis dan berdaya akan mengancam kekuasaannya.

2. KEPEMIMPINAN KONSERVATIF-INVOLUTIF

Kepemimpinan Konservatif-Involutif, merupakan model kepemimpinan ini dengan hadirnya kepala Desa yang bekerja apa adanya (diambil begitu saja), menikmati kekuasaan dan kekayaan, serta tidak berupaya melakukan inovasi (perubahan) yang mengarah pada demokratisasi dan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan tipe ini pada umumnya melaksanakan arahan dari atas melaksanakan fungsi kepala Desa secaraualtugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepala Desa.

Kewenangan lokal skala Desa pada tipe kepemimpinan ini akan dijalankan secara normatif serta prosedural. Upaya pemberdayaan Desa hanya akan memberdayakan keluarga kerabat atau warga masyarakat yang dapat dikendalikan olehnya. Tidak ada inovasi yang akan dilaksanakan dalam kewenangan yang dimiliki Desa.

Melaksanakan Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, peserta akan diseleksi terlebih dahulu agar Musdes mudah dikendalikannya. Pendapat atau masukan yang disampaikan oleh masyarakat dalam forum Musyawarah Desa diatur sedemikian rupa untuk keuntungan dirinya. Transparansi akan dilakukan terbatas, informasi hanya diberikan kepada pengikut atau pendukungnya saja. Hasil musyawarah Desa atau tindak lanjutnya hanya akan disampaikan kepada pengikutnya saja.

Aset Desa akan dikuasai dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan dirinya dan kelompoknya saja. BUM Desa hanya akan diisi oleh kelompoknya saja, arah program pengembangan ekonomi Desa cenderung meminta-minta dari pemerintah kabupaten / kota.

Pendampingan Desa akan membuat masyarakat Desa kritis kuat dan berdaya, Khawatir jika itu terjadi maka Desa tidak lagi memperoleh dana dari pemerintah. Kekalahan yang lebih ekstrem muncul, bila Desa kuat akan membangkang kabupaten dan bahkan dilarang NKRI.

3. KEPEMIMPINAN INOVATIF-PROGRESIF

Kepemimpinan Inovatif-Progresif, Kepemimpinan wilayah ini dengan kesadaran kesadaran baru pemerintahan untuk kepentingan masyarakat banyak. Model kepemimpinan ini tidak anti terhadap perubahan, membuka seluas-luasnya ruang partisipasi masyarakat, transparan serta akuntabel. Dengan pola kepemimpinan yang demikian kepala Desa justru akan mendapatkan legitimasi yang lebih besar dari masyarakatnya.

Kepemimpinan ini lebih partisipasi / prakarsa masyarakat Desa. Prinsip transparansi akan selalu meminta kepada masyarakat untuk berita, akuntabilitas kinerja disampaikan kepada publik dilakukan setiap saat. Pembangunan Desa dilaksanakan dengan mengikuti Partisipasi masyarakat mulai dari melaksanakan, serta proyek proyek pembangunan. Seluruh unsur masyarakat diajak secara bersama-sama menjaga ketentraman dan ketertiban Desa.

Melibatkan setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempuan, hingga perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa. Hal ini juga sejalan dengan semangat yang dibangun untuk pembaruan Desa yang meletakkan Musdes diatas segalanya. Setiap orang akan menjamin kebebasan berpendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama, serta akan melindungi dari intimidasi. Mengedepankan akuntabilitas kinerja, hasil Musyawarah Desa serta tindak lanjut keputusan musyawarah akan disampaikan kepada masyarakat dan dilakukan setiap saat.

Dengan melibatkan prakarsa masyarakat Aset Desa direvitalisasi dan dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kesejahteraan masyarakatnya. Adanya inovasi baru untuk menambah aset Desa. BUM Desa didirikan dengan prakarsa masyarakat, apa yang menjadi rencana usaha, penentuan personil, aturan utama akan dibahas bersama secara demokratis melalui Musyawarah Desa.

Dalam hal pendampingan Desa, kepemimpinan ini mendukung penuh usaha pengembangan kapasitas teknokratik, semakin banyak masyarakat yang paham akan memudahkan dirinya untuk berinovasi membuat program pembangunan Desa.

Selain itu, kepemimpinan ini menyambut baik pendidikan politik untuk mengelola kader-kader Desa yang potensial, demokratis, visioner dan akan membantu dirinya dalam melakukan percepatan menuju kesejahteraan Desa.

4. KERANGKA KERJA PENDAMPING DESA DALAM MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN MASYARAKAT

Pendampingan Desa bukan hanya sekedar peningkatan peningkatan masyarakat Desa dalam hal pemerintahan dan pembangunan Desa tetapi juga mendampingi kepala Desa agar menjadi pemimpin masyarakat seutuhnya.

Pendamping Desa harus menciptakan kultur kepemimpinan yang menyadari pentingnya legitimasi dalam memimpin Desanya. Bagi pemimpin Legitimasi tersebut berguna untuk mengoptimalkan kinerja Desa dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat Desa. Kepala Desa yang menerapkan kinerja yang terukur, transparan dan akuntabel serta menerapkan kebersamaan dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan Desa akan mendapatkan legitimasi yang lebih tinggi.

Selanjutnya, pendamping Desa juga diarahkan untuk mendorong pemimpin Desa baik itu kepala Desa maupun BPD sebagai teladan yang baik bagi masyarakatnya, teladan yang bersih, jujur, inovatif dan transformatif.

Pendampingan Desa juga harus diarahkan pada penguatan peran Kepala Desa dalam menjalankan kewajibannya yang diamanatkan konstitusi serta taat dan patuh pada hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. REKOMENDASI

1. Kepemimpinan yang sangat tepat untuk diterapkan dalam kerangka pembaruan Desa serta implementasi UU Desa adalah Kepemimpinan Inovatif-progresif.

2. Musyawarah Desa diletakkan pada posisi yang lebih tinggi dari semua unsur yang ada di Desa, baik itu Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa, organisasi Lembaga Kemasyarakatan Desa dan lainnya.

3. Semakin tinggi prakarsa masyarakat dalam pelaksanaan kewenangan lokal skala Desa maka kemungkinan besar program kegiatan tersebut akan berhasil.

4. Pendampingan Desa mendorong agar pemimpin di Desa baik itu kepala Desa maupun BPD memiliki legitimasi yang tinggi sebagai modal melaksanakan pembangunan di Desa, sebagai teladan yang baik, serta taat dan patuh pada aturan hukum.

Sumber : Buku Saku Desa

Laman ini menggunakan InstanLINK

Rabu, 03 Februari 2021

Anda Calon Kepala Desa? Coba Masukkan SDGs Desa Dalam Visi Dan Visi Anda

Anda Calon Kepala Desa? Coba Masukkan SDGs Desa Dalam Visi Dan Visi Anda

SYAM STORY - 
Avatar

Anda Calon Kepala Desa?

Coba Pertimbangkan SDGs Desa Sebagai Visi Dan Visi Anda

Visi dan misi calon kepala desa akan lebih baik jika bisa memenuhi kriteria SDGs Desa, karena itu sudah diamanatkan oleh Kementeri Desa PDTT RI dalam mendukung percepatan pencapaian pembangunan berkelanjutan nasional.

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan sebuah program pembangunan dunia yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dunia dan melestarikan alam dengan 17 faktor utama dalam pencapaian 169 target yang telah ditentukan dalam waktu yang telah disepakati. SDGs Dunia itulah yang diadopsi Kementerian Desa PDTT untuk diterapkan sebagai program prioritas di desa dengan menambahkan 1 faktor utama sesuai kearifan lokal desa sehingga terdapat 18 faktor/indikator/tujuan utama dalam SDGs Desa.

SDGs erat kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) untuk melanjutkan program Millennium Development Goals (MDGs). Secara garis besar SDGs berjalan dengan memperhatikan aspek penting yang dilewati sebelumnya melalui MDGs, dimana diharapkan kaum milenial mampu berperan banyak dalam memajukan perekonomian dunia dengan tetap memperhatikan aspek penting termasuk alam dan menggunakan sumber daya yang ada secara maksimal yakni teknologi agar tidak tertinggal jauh dengan negara yang sudah lebih maju pembangunannya.

Adapun 18 tujuan SDGs Desa, yaitu:
1. Desa tanpa kemiskinan;
2. Desa tanpa kelaparan;
3. Desa sehat dan sejahtera;
4. Pendidikan desa berkualitas;
5. Desa berkesetaraan gender;
6. Desa layak air bersih dan sanitasi;
7. Desa yang berenergi bersih dan terbarukan;
8. Pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi desa;
9. Inovasi dan infrastruktur desa;
10. Desa tanpa kesenjangan;
11. Kawasan pemukiman desa berkelanjutan;
12. Konsumsi dan produksi desa yang sadar lingkungan;
13. Pengendalian dan perubahan iklim oleh desa;
14. Ekosistem laut desa;
15. Ekosistem daratan desa;
16. Desa damai dan berkeadilan;
17. Kemitraan untuk pembangunan desa; dan
18. Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

Melihat tujuannya, tentu SDGs Desa sangat rasional diimplementasikan oleh pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Dan hal tersebut dapat berjalan optimal jika kepala desa menjadikan kriteria SDGs Desa sebagai visi dan misinya pada saat pencalonan kepala desa.

#salam berdesa