Jumat, 14 Juli 2017

Baliho APBDes adalah Media Transparansi Bukan Instrumen Pencegahan Korupsi

BANTAENG - Baliho Info Grafis APBDes tidak sepenuhnya menjadi INSTRUMEN untuk mencegah perilaku KORUPTIF di Desa, melainkan untuk media TRANSPARANSI rencana Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Desa.



Wajibkah Desa memasang Baliho Info Grafis APBDes?

Jika merujuk regulasi permendagri nomor 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan Desa, ketentuan yang wajib diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat dalam rangka melaksanakan transparansi sebagai salah satu asas pengelolaan keuangan Desa adalah Laporan Realisasi dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa. Jadi, bukan Rencana Pendapatan dan Belanja Desa sebagai tertuang dalam APBDes.

Sehingga, terkait asas transparansi pengelolaan keuangan Desa yang lebih tepat untuk menginformasikan Laporan Realisasi dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa adalah Papan Informasi Realisasi APBDes yang di pasang di kantor Desa atau di ruang publik yang mudah di akses oleh masyarakat Desa. 

Papan informasi tersebut, dapat diupdate secara real time oleh Pemerintah Desa sesuai data valid realisasi yang sebenarnya, baik berupa pendapatan maupun belanja dan pembiayaan Desa.

Apa dasarnya Desa berlomba membuat Baliho Info Grafis APBDes?

Dasarnya berupa perintah yang sifatnya instruksional dari atas ke bawah (Top Down). Pendapatan Desa dalam APBDes terdiri atas PAD, Pendapatan transfer dan Pendapatan lain-lain. Pendapatan transfer salah satunya berupa Dana Desa (DD) yang pengelolaannya dikontrol oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Kementerian Desa PDTT memandang perlunya transparansi penggunaan Dana Desa sejak awal perencanaan sampai pelaporan dan pertanggungjawabannya. 

Pandangan ini bukan tanpa sebab, bercermin dari banyaknya laporan kasus penyimpangan penggunaan dana Desa yang masuk ke laporan pengaduan masyarakat di Kementerian Desa PDTT mencapai 932 laporan sesuai rilis berita online republika pada 7 April 2017. 

Atas dasar itu, untuk meminimalisir penyimpangan pengelolaan keuangan Desa, maka perlu implementasi asas transparansi pengelolaan keuangan Desa, dan yang dianggap paling efektif dan efisien untuk memenuhi hal tersebut adalah melalui pemasangan Baliho Info Grafis APBDes karena dapat ditempatkan di ruang publik dan mudah diakses oleh masyarakat serta murah pengadaan dan pemasangannya oleh masyarakat Desa.

Salam Berdesa


Rabu, 21 Juni 2017

Daftar Berat Jenis Material Bahan Bangunan


BANTAENG - Ini ada daftar berat jenis atau bobot isi material bahan bangunan yang biasa diperlukan dalam menghitung kebutuhan bahan, mencari beban bangunan, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia konstruksi. misalnya saat membeli pasir, kita bisa tahu berapa beratnya dalam satu mobil truk, sehingga ketika truk bermuatan pasir tersebut akan melewati jalan, jembatan atau halaman rumah tidak terjadi ambrol alias kerobohan.

Daftar berat jenis atau bobot isi material bahan bangunan, antara lain : 
  1. Beton 2200 kg/m3 
  2. Beton bertulang 2400 kg/m3 
  3. Pasangan bata merah 1700 kg/m3 
  4. Kerikil, koral, split (kering/lembab) 1800 kg/m3 
  5. Pasir 1400 Kg/m3 
  6. Batu karang 700 kg/m3 
  7. Batu pecah 1450 kg/m3 
  8. Batu alam 2600 kg/m3 
  9. Pasangan batu belah, bulat, gunung 2200 kg/m3 
  10. Batu belah, batu bulat, batu gunung 1500 kg/m3 
  11. Batu hancur 1602 kg/m3 
  12. Pasangan batu cetak 2200 kg/m3 
  13. Timah hitam/ timbel 11400 kg/m3 
  14. Tanah, lempung (kering/lembab) 1700 kg/m3 
  15. Tanah, lempung (basah) 2000 kg/m3 
  16. Besi tuang 7250 kg/m3 
  17. Besi cor 6800 - 7800 kg/m3 
  18. Besi tempa 7750 kg/m3 
  19. Baja 7850 kg/m3 
  20. Seng 7135 kg/m3 
  21. Pasangan batu karang 1450 kg/m3 
  22. Kayu (kelas I) 1000 kg/m3 
  23. Air 1000 Kg/m3 
  24. Emas 19320 kg/m3 
  25. Perak 10490 kg/m3 
  26. Stainless steel 7480 - 8000 kg/m3 
  27. Tembaga 8930 kg/m3 
  28. Alumunium 2712 kg/m3 
  29. Granit padat 2691 kg/m3 
  30. Granit rusak 1650 kg/m3 
  31. Marmer padat 2563 kg/m3 
  32. Marmer rusak 1570 kg/m3 
  33. Gypsum padat 2787 kg/m3 
  34. Kardus 689 kg/m3 
  35. Kertas standar 1201 kg/m3  
  36. Serbuk gergaji 210 kg/m3 

Contoh perhitungan berat bangunan dengan memanfaatkan berat jenis di atas. Misalnya kita akan membuat plat lantai beton bertulang untuk jembatan, ukuranya 6m x 10m x 0,12 m. berapa total berat dak beton tersebut.

Kita lihat tabel di atas bahwa bobot isi beton bertulang = 2400 kg/m3. 
Lalu kita hitung volume dak = 6m x 10m x 0,12m = 7,2 m3. 
Total berat dak beton = 2400 kg/m3 x 7,2 m3 = 17200 kg atau 17,2 ton. 

Masih banyak lagi jenis material bangunan lainnya dengan beratnya masing-masing, karena selalu saja ada inovasi dan teknologi baru adalah hal pemanfaatan bahan-bahan sebagai bagian dari bangunan. jika ada yang kebetulan tahu bobot isi material lain yang belum ada dalam daftar tabel bisa ditambahkan lisnya dikolom komentar.




Sumber : ilmusipil.com




Selasa, 20 Juni 2017

Jenis Audit di Desa dan Manfaatnya

Audit atau Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan  dan tanggung jawab keuangan.


Ada beberapa jenis audit yang mungkin dilakukan di Desa, antara lain :

1. Audit Keuangan

Audit Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai, apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi atau basis akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan keuangan menghasilkan opini audit yang dapat berupa :

  • Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dimana laporan keuangan sudah disusun rapi, taat aturan, tidak ada kesalahan/ masalah yang signifikan.
  • Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dimana ada beberapa masalah penting/ signifikan yang membuat laporan keuangan harus ada perbaikan.
  • Opini Tidak Wajar (TW), dimana ada banyak masalah dan pengendalian internal lemah.
  • Tidak Menyatakan Pendapat (TMP), dimana auditor tidak dapat memberikan pendapat karena tidak dapat memperoleh catatan/ data, terlalu banyak kelemahan mendasar dalam sistem keuangan dan pengendalian internal, dihalang-halangi dalam melakukan tugas, dsb.

Yang dianggap masalah signifikan biasanya adalah semua masalah dengan total nilai di atas 5% dari total Pendapatan atau Belanja. Contohnya, total anggaran Desa Rp.800 juta, auditor menemukan 10 transaksi yang tidak didukung dengan bukti yang sah atau kurang dapat dipertanggungjawabkan  dengan total nilai Rp.50 juta (lebih dari 5%), maka opini akan mengarah pada Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Hasil audit perlu disampaikan kepada publik (masyarakat) sebagai bentuk akuntabilitas publik. Untuk keuangan negara, yang berwenang melakukan audit laporan keuangan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pelaksanaan BPK dapat menugaskan BPKP/ Inspektorat Provinsi/ Inspektorat Kabupaten/ Kantor Akuntan Publik. Pelaksana Audit Keuangan Desa sedang dalam pembahasan di BPK.

2. Audit Kepatuhan

Audit Kepatuhan ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Audit Kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Misalnya UU, PP, Permen, dan Juklak/ Juknis terkait. 

Audit Kepatuhan biasanya merupakan fungsi audit internal yang dilaksanakan oleh inspektorat. Audit Kepatuhan akan menghasilkan rekomendasi dijalankannya aturan, diperkuatnya sistem pengendalian internal hingga sanksi bagi ketidakpatuhan.


3. Audit Operasional

Audit Operasional merupakan penelaahan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Apakah aktivitas/ proses/ praktek yang ada mengarah pada pencapaian tujuan organisasi/ entitas/ program. Audit Operasional akan menghasilkan rekomendasi perbaikan sistem operasional.


4. Audit Investigatif

Audit Investigatif ini bertujuan membuktikan benar/ tidaknya suatu dugaan tindak kecurangan (misalnya penggelapan, penyalahgunaan, korupsi, pemerasan, dsb.) yang dapat berlanjut ke proses hukum. Audit ini bisa dilakukan oleh BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten, atau pihak lain berkompoten yang ditunjuk. 
Dalam menangani tindak pidana yang merugikan keuangan negara, umumnya Kejaksaan akan meminta auditor berkompeten melakukan audit investigatif untuk membuktikan adanya kerugian negara dan menghitung nilai kerugiannya.


5. Audit Sosial

Audit Sosial bertujuan untuk menguatkan dan memberdayakan masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi program-program pembangunan di lingkungannya. Sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran hukum baik yang tidak disengaja atau disengaja dalam mengimplementasikan pembangunan. 
Audit Sosial juga menjamin bahwa belanja Desa sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati dalam musyawarah Desa (musdes) dan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (musrenbangdes). Lebih lanjut Audit Sosial dapat menilai apakah dampak dari belanja telah sesuai dengan tujuan pembangunan yaitu pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara kelembagaan Audit Sosial dilakukan dalam musyawarah Desa. Untuk itu, perlu dipersiapkan dengan baik, bahan-bahan yang akan dibawa oleh masyarakat dalam forum musyawarah Desa tersebut. Tetapi, Audit Sosial tidak serta merta dapat dilakukan oleh masyarakat  terutama kelompok masyarakat miskin, minoritas dan marginal. Karena itu, pengorganisasian masyarakat dalam proses ini sangat penting untuk menjamin suara masyarakat dapat didengar dalam menilai hasil pembangunan Desa.


Manfaat audit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Untuk Pihak yang diaudit.

  • Menambah kredibilitas dari laporan keuangan yang dibuat sehingga dapat dipercaya oleh pemakai laporan keuangan seperti Kepala Desa atau masyarakat.
  • Mencegah dan menemukan penyimpangan (adminstratif dan keuangan) yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan yang diaudit.

2. Untuk Pihak pemakai laporan keuangan.

  • Memberikan dasar yang lebih meyakinkan bagi pemakai informasi keuangan dalam mengambil keputusan.
  • Membantu mengidentifikasikan kelemahan dalam sistem pengendalian internal sehingga memungkinkan perbaikan sistem.



referensi : modul pendamping desa



Sabtu, 28 Januari 2017

Unduh Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang BPD

PA'JUKUKANG - Badan Permusyawaratan Desa (BPD) telah diatur di bagian Ketujuh pada Pasal 55 - 65 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) dan di bagian Keempat pada Pasal 72 - 79 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 


Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 79 PP No. 43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah pada Pasal 79 PP No. 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas PP No. 43 Tahun 2014 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri. Karena itu, telah ada regulasi baru yang mengatur khusus mengenai BPD dengan diterbitkannya Permendagri No. 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Maksud Pengaturan BPD dalam Peraturan Menteri ini untuk memberikan kepastian hukum terhadap BPD sebagai lembaga di Desa yang melaksanakan fungsi Pemerintahan Desa.

Ada pun tujuan Pengaturan BPD dalam Peraturan Menteri ini untuk:
  1. mempertegas peran BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
  2. mendorong BPD agar mampu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
  3. mendorong BPD dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di Desa. 

Ruang Lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
  1. keanggotaan dan kelembagaan BPD;
  2. fungsi, tugas, hak, kewajiban dan kewenangan BPD;
  3. peraturan tata tertib BPD;
  4. pembinaan dan pengawasan; dan
  5. pendanaan 

Selengkapnya mengenai Peraturan Menteri ini dapat diunduh pada link berikut:

KLIK : Permendagri No. 110 Tahun 2016 Tentang BPD




Jumat, 27 Januari 2017

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam RKPD 2017

SYAM STORY -  Untuk menjamin sinergisitas program pembangunan nasional dan daerah, penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017 berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas dan sasaran pembangunan nasional. Arah kebijakan pembangunan daerah tersebut berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Sesuai Lampiran I Permendagri No.18 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi RKPD Tahun 2017, yang membahas Tahapan dan Tata Cara Penyusunan RKPD Tahun 2017 dan Perubahan RKPD Tahun 2017. Disebutkan bahwa dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan Desa telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perumusan kegiatan dalam RKPD Tahun 2017 supaya memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
  1. Peningkatan kemampuan kelembagaan pemerintahan desa dalam penyusunan dokumen-dokumen perencanaan desa;
  2. Peningkatan kapasitas aparat pemerintahan desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa;
  3. Mewujudkan keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor di perdesaan, dengan tetap terpeliharanya hak asal usul dan hak tradisional, kelestarian adat istiadat, semangat gotong royong, serta nilai-nilai sosial budaya masyarakat desa;
  4. Melakukan pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan;
  5. Merumuskan pedoman pengelolaan keuangan desa sesuai kondisi di masing-masing desa dengan tetap mempedomani peraturan perundangan;
  6. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaaan (PNPM-MP);
  7. Penyelesaian penyusunan profil desa dan kelurahan, serta penataan dan pendataan lembaga kemasyarakatan;
  8. Pengembangan ada istiadat dan budaya masyarakat desa; dan
  9. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dan Pasar Desa.
 
Dalam penyusunan RKPD tahun 2017 gubernur, bupati/walikota menggunakan target dan capaian Standar Pelayanan Minimal 6 Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan Pelayanan Dasar disesuaikan dengan rencana capaian target sasaran terukur dari output kegiatan, meliputi:
  1. pendidikan;
  2. kesehatan;
  3. pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
  4. perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman; 
  5. ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat; dan
  6. sosial
 
Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi:
  1. tenaga kerja;
  2. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
  3. pangan;
  4. pertanahan;
  5. lingkungan hidup;
  6. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
  7. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
  8. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
  9. perhubungan;
  10. komunikasi dan informatika;
  11. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
  12. penanaman modal;
  13. kepemudaan dan olah raga;
  14. statistik;
  15. persandian;
  16. kebudayaan;
  17. perpustakaan; dan
  18. kearsipan.

Urusan Pemerintahan Pilihan, meliputi:
  1. kelautan dan perikanan;
  2. pariwisata;
  3. pertanian;
  4. kehutanan;
  5. energi dan sumber daya mineral;
  6. perdagangan;
  7. perindustrian; dan
  8. transmigrasi.
 
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, kriteria Urusan Pemerintahan dibagi menjadi 3 kewenangan:

1. Kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
  • Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
  • Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan olehPemerintah Pusat; dan/atau
  • Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.

2. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi adalah:
  • Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;
  • Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;
  • Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau
  • Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.

3. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah:
  • Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
  • Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
  • Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau
  • Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.


Sabtu, 07 Januari 2017

Kaderisasi Desa Melalui Pendampingan Desa

BANTAENG - Ketidakberdayaan masyarakat desa dalam menghadapi dan menyikapi situasi yang ada di lingkungannya, pada akhirnya akan mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, dan tidak mandiri yang pada akhirnya akan mengandalkan bantuan dari pihak luar untuk mengatasi masalah yang dihadapi desanya. Kondisi tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi desa karena akan menimbulkan ketergantungan desa kepada pihak luar untuk mengatasi masalahnya. 

Kaderisasi Desa Melalui Pendampingan Desa

Kehadiran Pendampingan Desa P3MD Ditjen PPMD Kemendesa PDTT menjadi solusi guna menjawab problematika desa yang disebabkan oleh belum berdayanya masyarakat dan kader desa serta munculnya indikasi memudarnya nilai-nilai universal sosial kemasyarakatan yang luhur seperti gotong royong, tolong menolong, transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan demokrasi.

Dalam Buku Saku 4 Pendampingan Desa disebutkan makna kata "Kader" sebagaimana lazimnya dipahami dalam sebuah organisasi adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (Orang Kunci) dan memiliki komitmen serta dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi demi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah "Orang Kunci" yang mengorganisir dan memimpin masyarakat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat desa.

Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya masing-masing sebagai kepala desa, perangkat desa, pengurus/anggota BPD, pengurus/anggota LPMD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), pengurus/anggota Karang Taruna Desa, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, pengurus/anggota kelompok tani, pengurus/anggota kelompok nelayan, pengurus/anggota kelompok perajin, pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.

Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan Kader Desa yang berasal dari warga desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan "upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa".

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya seperti Kader Teknik Desa, Kader Pemerhati Perempuan dan Anak Desa, Kader Pemerhati Kaum Tani Desa, dan lain-lain. Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3 tahun 2015 tentang Pendampingan Desa. Dengan demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. KPMD dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari.

Oleh karenanya, kaderisasi masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa. KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat sistem pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis. UU Desa dan peraturan-peraturan di bawahnya menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan-tindakan pemberdayaan masyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itu dijalankan secara "melekat" melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa yang dilakukan KPMD meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah "Kader Desa" dan bukan "Kader di Desa".


Salam Berdesa
Desa Membangun Indonesia




Referensi :  Buku Saku 4 Pendampingan Desa